Hari Aids Sedunia, Masyarakat Diharapkan Hilangkan Stigma Diskriminasi Terhadap Pengidap HIV

Jakarta, Radar-Barru.com -- Target untuk mengakhiri Aids di 2030, tentu sejalan dengan target nasional. Yang berarti Indonesia ingin menekan serendah- rendahnya angka kasus penyakit HIV dari segi infeksi, angka kematian dan stigma diskriminasi terhadap pengidap penyakit HIV. 

Hal ini dijelaskan Ketua Tim Kerja HIV PIMS Kemenkes RI, Endang Lukitosari dalam Talk show yang digelar Komisi Penanggulangan Aids Provinsi DKI Jakarta dengan tema "Bergerak Bersama Komunitas: Akhiri Aids 2030" di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (6/12/2023).

Menurutnya, kasus penyakit Aids benar-benar dapat berakhir dan tercapai di 2030 jika semua pihak dapat berkolaborasi bersama-sama untuk menanggulangi masalah tersebut.

"Nah cita-cita kita seperti itu di 2030, namun di tahun 2023 ini kita masih mempunyai banyak tantangan diantaranya, jumlah pengidap HIV yang belum diketahui statusnya, kemudian jumlah pengidap yang sedang menjalankan pengobatan ARV, serta stigma diskriminasi terhadap pengidap HIV. Oleh sebab itu, kita harus optimis dan fokus terhadap masalah ini, agar tercapainya Ending Aids di 2030," ujar Endang.

Lebih lanjut Endang mengatakan, pentingnya membuka akses tes dan pengobatan HIV bagi masyarakat. Ia juga meminta pada pemerintah dan swasta agar menyediakan tes dan pengobatan HIV yang memadai.

"Masyarakat berhak mendapatkan tes dan pengobatan yang baik. Oleh karena itu, kita harus mendorong semua layanan, baik primer, sekunder maupun tersier dan baik itu pemerintah maupun layanan swasta harus mampu menyediakan akses tes HIV," jelasnya.

Terakhir, ia menekankan bahwa peran dari komunitas juga sangat penting dalam melakukan pencegahan penularan penyakit Aids.

"Kita harus mendorong klinik-klinik komunitas, agar mereka mampu memberikan layanan testing bahkan saat pengobatannya pun bisa melanjutkan monitoring pengobatannya. Klinik komunitas mempunyai peran yang besar untuk kita bisa libatkan dalam pencegahan dan juga dalam pengobatan HIV," imbuhnya.

Sementara itu Koordinator IPPI DKI Jakarta , Nining Ivana menyingung soal tes HIV di lapangan kerja, hal tersebut tentu membuat para pengidap berkecil hati karena tidak mempunyai kesempatan untuk bekerja di perusahaan yang dilamarnya.

"Impian penderita AIDS kadang terhalang oleh stigma di masyarakat. Contohnya di dunia kerja, masih banyak perusahaan yang mengharuskan para pelamar kerja harus melakukan test HIV terlebih dahulu, hal tersebut tentu membuat para pengidap berkecil hati yang padahal sebenarnya mereka punya pontensi yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan itu. Akhirnya impian mereka untuk bekerjapun hilang," ungkap Nining.

Dikatakan Nining, Indonesia sebenarnya punya regulasi yang melindungi para pelamar kerja. Perusahaan dilarang melakukan test HIV untuk calon karyawannya namun kenyataannya hingga saat ini masih banyak perusahaan yang menerapkan peraturan test HIV sehingga penderita AIDS tak punya peluang untuk bekerja.

"Kami ingin, para pengidap HIV diperlakukan sama seperti manusia normal lainnya jika ingin melamar pekerjaan, jangan di tolak atau di pecat bila tahu penderita AIDS dan dalam pelayanan kesehatan jangan ada lagi diskriminasi," pungkasnya. (Gbr)

0/Post a Comment/Comments

Stay Conneted

Domain